Chamath Palihapitiya. Mungkin tidak banyak yang mengenal namanya, apa lagi julukannya “Charlie foxtrot” dare devil entrepreneur pengusaha gila. Namanya saat ini sangat di hormati salah satunya dia menemukan sebuah rumus psikologi social yaitu tentang keinginan manusia untuk “exist”, terkoneksi, yang menyentuh hak dasar manusia bahwa semua manusia di ciptakan sama hak nya.
Rumus itu men-destruct merusak tatanan baku dunia social media. Sewaktu dirinya mempresentasikan ide nya, maka seorang pemimpin visioner seperti Mark Zukerberg pun bersedia merombak ulang facebook. Inilah yang terjadi di tahun 2008. Sehingga dalam 1 tahun, di tahun 2009 dari 50 juta pengguna facebook meningkat 750 juta membernya. Dia sendiri bergabung di FB tahun 2005 sebagai VP engineering yang dalam 3 tahun mengusulkan perubahan radikal, membongkat FB ala sosmed terdahulu menjadi baru, yaitu apa yang kita pakai FB sekarang ini.
Saat ini Chamath Palihapitiya sudah tidak bersama facebook lagi namun sudah menjadi seorang venture capitalist yang besar, yang dia bangun selagi dirinya masih bekerja di facebook.
Tulisan yang saya ini sebenarnya repost dari tulisan lama saya, di mana dalam perusahaan Empora yang saya pimpin, setiap saat saya selalu menyapa para manajer dan top leader dengan sapaan email yang biasa disebut Empora CEO Message.
“DESTRUCTION IS JOB NO.1” (before the competitor does it to us). “Merusak adalah pekerjaan utama!” Itu adalah kata-kata provokatif dari Tom Peters, pakar manajemen yang visioner, sekitar 10 tahun lalu.
“Tugas utama pemimpin bisnis adalah MERUSAK bisnis.” Sekilas pernyataan itu gendheng. Tapi coba kita lihat, pernyataan Tom satu dekade lalu itu kini terbukti benar adanya. Karena hal tersebut tulisan kali ini muncul. Setelah perjalanan bisnis yang panjang bersama-sama team Empora ke beberapa kota minggu lalu, kami mendiskusikan masa depan pemimpin yang akan membangun organisasi Empora dikemudian hari beserta anak usahanya.
Hingga saat ini ada 7 proyek yang akan Empora bangun, pastinya Empora memerlukan minimum 7 orang CEO pastinya masih di tambah manajer berbagai level dan divisi. Dan seperti pertanyaan berikut, bagaimana Empora akan mencari para CEO dan leader yang akan menjadi panglima disetiap proyek tersebut? maka inilah jawaban saya.
Persis seperti dibilang Tom, kini seorang pemimpin bisnis memang tak cukup lagi hanya piawai membangun bisnis, ia juga harus piawai “MERUSAK” bisnis. Steve Jobs piawai “merusak” Apple dari Apple 1.0 yang hampir bangkrut menjadi Apple 2.0 yang gagah perkasa dengan iPod, iPhone, atau App Store-nya. Di Indonesia kita punya Ignatius Jonan yang piawai “merusak” KAI 1.0 yang lelet menjadi KAI 2.0 yang gesit.
Sebaliknya perusahaan-perusahaan yang dulu hebat seperti Kodak, GM, Nokia, atau Sony terus-menerus babak-belur mengalami kemunduran karena tak kunjung menemukan CEO yang mampu “merusak” fondasi model bisnis yang kini sudah tak relevan lagi. Karena itu seorang CDO (“Chief Destruction Officer”) kini adalah sosok yang paling diburu perusahaan-perusahaan di seantero jagat raya.
Yang sering kita dengar salama ini tentu adalah Chief Executive Officer, Chief Financial Officer, Chief Operating Officer, atau Chief Marketing Officer. Eh… kini ada binatang baru lagi namanya Chief Destruction Officer.
Dari arti harafiahnya saja sangat aneh dan “nggak nyambung”. Destruction artinya “perusakan” atau “penghancuran”. Jadi, kalau CEO bertugas mengelola seluruh strategi dan operasi perusahaan; CFO mengelola keuangan perusahaan; CMO membangun strategi pemasaran; lha si CDO ini tugasnya “menghancurkan” perusahaan.
Lanskap bisnis sekarang ini bergerak dengan kecepatan tinggi secepat kecepatan cahaya: “chaotic”, “radical”, “turbulent”, volatile”, “uncertain”, “unpredictable”, dan masih banyak lagi istilah yang digunakan untuk menggambarkannya. Lanskap bisnis yang bergerak dengan kecepatan cahaya ini bukannya tanpa resiko dan bahaya. Bahayanya sangat-sangat besar.
Mau contoh? Layanan surat pos “mati” dimakan killer app baru seperti email, SMS, dan ATM. Kodak yang lebih seratus tahun perkasa kemudian “dihabisi” oleh layanan photo sharing yang diberikan perusahaan start-up anak kemarin sore seperti Instagram. Toko kaset legendaris Aquarius Mahakan di Blok M tutup “dibunuh” platform baru seperti iPod-App Store,menyedihkan?!.
Untuk bisa survive di tengah perubahan yang kaotik tersebut kuncinya terletak pada satu kata: “PENGHANCURAN”. Untuk sukses di era light-speed changes Kita tak boleh segan-segan menghancurkan sendi-sendi kesuksesan masa lalu kita: “break with the immediate past”. Kenapa? Karena barangkali formula dan sendi-sendi kesuksesan tersebut sudah tak relevan lagi sekarang.
Bahkan kalau perlu, Empora harus bisa bengis “membunuh” organisasi kita sendiri, dan kemudian membangunnya kembali menjadi organisasi yang sama sekali baru. Kita tak perlu ragu untuk “menghabisi” model bisnis lama yang sudah tak relevan lagi dengan yang lebih baru dan fresh. Kapanpun, kita harus siap dan tak segan-segan melakukan creative destruction… penghancuran secara kreatif.
Kalau krisis bisa kapan pun datang dan terus “mengintai”, tanpa sinyal, tanpa pemberitahuan, maka creative destruction haruslah menjadi “keseharian” operasi perusahaan kita. Organisasi kita, orang kita, sistem yang kita bangun, budaya perusahaan kita, haruslah memiliki kapasitas dan kepiawaian untuk melakukan creative destruction.
Organisasi Empora haruslah memiliki “alert system” untuk mengendus munculnya krisis, dan kemudian dengan agilitas yang tinggi Empora harus mampu mereseponsnya dengan creative destruction yang terkelola secara baik.
Kalau sudah demikian, menjadi jelas bahwa, “winning in the light-speed change era is about survival”. Dan daya survival organisasi kita akan ditentukan oleh kapasitasnya melakukan creative destruction. Dan kalau kita sepakat bahwa keberlangsungan (sustainability) organisasi adalah tujuan paripurna kesuksesan bisnis, maka kesuksesan itu tak lain adalah sebuah perjalanan panjang dimana kita melompat dari satu creative destruction ke creative destruction yang lain. Persis yang dilakukan Apple, atau Google, atau Amazon.
Untuk sukses melakukan destruction safari kita butuh seorang CEO yang juga seorang CDO. Kita butuh team yang punya satu dedikasi untuk menghancurkan status quo lama, dan membangun “kerajaan baru” di atas puing-puing kehancuran itu, sebuah organisasi yang barangkali sama sekali baru dan fresh.
Pernah beberapa minggu yang lalu pak Pieter mitra kita di Area 247 Ketapang Banyuwangi menceritakan bahwa ada pengusaha hotel di Hawaii yang setiap 5 tahun men “demolise” menghancurkan rata hotel yang dibangunnya dan di bangun model baru dengan design baru, penampilan baru. Karena efek psikologi pasar yang merasa kalau “baru” itu lebih bagus.
Gagalnya Hilton Hotel (sekarang hotel Sultan), lalu sahid hotel group adalah citra “tua” nya, olds fashion, kaku. Sedangkan merubuhkan hotel sahid atau hotel Sultan ditengah jalan sudirman bisa membuat mereka tak memiliki income pendapatan selama 2 tahun.
Untuk itu system “ destruction & change” kita adopsi bukan hanya dalam manajemen namun juga dalam design hotel, restaurant, theme park kita dimana setiap saat kita akan merubah seperti pada fasadenya, fungsi nya semua bisa dirubuhkan segera di bangun mengikuti perubahan jaman, dengan tanpa kehilangan moment bisnis.
Ini salah satu solusi “destruction & change “ yang kita jalankan, termasuk organsisasi Empora, selalu dinamis, out of the box, selalu panasaran, selalu mencari terbaik.
Disinilah ke flexible an Empora, baik organisasinya maupun karyanya harus sangat lincah bergerak beradaptasi bahkan dengan menghancurkan hingga rata apapun yang kita bangun dan siap membangun dengan creative karya baru yang sesuai dengan pasar. Inilah juga tipe CEO yang merupakan CDO yang akan membangun Empora kedepan.
Singkat kata, saya setuju 1000% dengan Tom Peters: “DESTRUCTION IS YOUR JOB NO. 1”. Dan dari Empora saya bisa pastikan, kedepan akan lahir generasi yang sangat kreatif menghadapi masa depan yang berwarna. Keep curious Empora. #Mardigu Wowiek, 2015
Aplikasi Jual Beli Emas dari Bos Man Mardigu
Klik Link => dinaran-gold.com
Rumus itu men-destruct merusak tatanan baku dunia social media. Sewaktu dirinya mempresentasikan ide nya, maka seorang pemimpin visioner seperti Mark Zukerberg pun bersedia merombak ulang facebook. Inilah yang terjadi di tahun 2008. Sehingga dalam 1 tahun, di tahun 2009 dari 50 juta pengguna facebook meningkat 750 juta membernya. Dia sendiri bergabung di FB tahun 2005 sebagai VP engineering yang dalam 3 tahun mengusulkan perubahan radikal, membongkat FB ala sosmed terdahulu menjadi baru, yaitu apa yang kita pakai FB sekarang ini.
Saat ini Chamath Palihapitiya sudah tidak bersama facebook lagi namun sudah menjadi seorang venture capitalist yang besar, yang dia bangun selagi dirinya masih bekerja di facebook.
Tulisan yang saya ini sebenarnya repost dari tulisan lama saya, di mana dalam perusahaan Empora yang saya pimpin, setiap saat saya selalu menyapa para manajer dan top leader dengan sapaan email yang biasa disebut Empora CEO Message.
“DESTRUCTION IS JOB NO.1” (before the competitor does it to us). “Merusak adalah pekerjaan utama!” Itu adalah kata-kata provokatif dari Tom Peters, pakar manajemen yang visioner, sekitar 10 tahun lalu.
“Tugas utama pemimpin bisnis adalah MERUSAK bisnis.” Sekilas pernyataan itu gendheng. Tapi coba kita lihat, pernyataan Tom satu dekade lalu itu kini terbukti benar adanya. Karena hal tersebut tulisan kali ini muncul. Setelah perjalanan bisnis yang panjang bersama-sama team Empora ke beberapa kota minggu lalu, kami mendiskusikan masa depan pemimpin yang akan membangun organisasi Empora dikemudian hari beserta anak usahanya.
Hingga saat ini ada 7 proyek yang akan Empora bangun, pastinya Empora memerlukan minimum 7 orang CEO pastinya masih di tambah manajer berbagai level dan divisi. Dan seperti pertanyaan berikut, bagaimana Empora akan mencari para CEO dan leader yang akan menjadi panglima disetiap proyek tersebut? maka inilah jawaban saya.
Persis seperti dibilang Tom, kini seorang pemimpin bisnis memang tak cukup lagi hanya piawai membangun bisnis, ia juga harus piawai “MERUSAK” bisnis. Steve Jobs piawai “merusak” Apple dari Apple 1.0 yang hampir bangkrut menjadi Apple 2.0 yang gagah perkasa dengan iPod, iPhone, atau App Store-nya. Di Indonesia kita punya Ignatius Jonan yang piawai “merusak” KAI 1.0 yang lelet menjadi KAI 2.0 yang gesit.
Sebaliknya perusahaan-perusahaan yang dulu hebat seperti Kodak, GM, Nokia, atau Sony terus-menerus babak-belur mengalami kemunduran karena tak kunjung menemukan CEO yang mampu “merusak” fondasi model bisnis yang kini sudah tak relevan lagi. Karena itu seorang CDO (“Chief Destruction Officer”) kini adalah sosok yang paling diburu perusahaan-perusahaan di seantero jagat raya.
Yang sering kita dengar salama ini tentu adalah Chief Executive Officer, Chief Financial Officer, Chief Operating Officer, atau Chief Marketing Officer. Eh… kini ada binatang baru lagi namanya Chief Destruction Officer.
Dari arti harafiahnya saja sangat aneh dan “nggak nyambung”. Destruction artinya “perusakan” atau “penghancuran”. Jadi, kalau CEO bertugas mengelola seluruh strategi dan operasi perusahaan; CFO mengelola keuangan perusahaan; CMO membangun strategi pemasaran; lha si CDO ini tugasnya “menghancurkan” perusahaan.
Sekilas memang gendheng.Tapi jangan salah! Itu semua bukanlah celotehan main-main. Bukan pula gurauan siang bolong para kernet angkot yang sedang menunggu penumpang. Mari pelan-pelang kita coba mencernanya.
Lanskap bisnis sekarang ini bergerak dengan kecepatan tinggi secepat kecepatan cahaya: “chaotic”, “radical”, “turbulent”, volatile”, “uncertain”, “unpredictable”, dan masih banyak lagi istilah yang digunakan untuk menggambarkannya. Lanskap bisnis yang bergerak dengan kecepatan cahaya ini bukannya tanpa resiko dan bahaya. Bahayanya sangat-sangat besar.
Mau contoh? Layanan surat pos “mati” dimakan killer app baru seperti email, SMS, dan ATM. Kodak yang lebih seratus tahun perkasa kemudian “dihabisi” oleh layanan photo sharing yang diberikan perusahaan start-up anak kemarin sore seperti Instagram. Toko kaset legendaris Aquarius Mahakan di Blok M tutup “dibunuh” platform baru seperti iPod-App Store,menyedihkan?!.
Untuk bisa survive di tengah perubahan yang kaotik tersebut kuncinya terletak pada satu kata: “PENGHANCURAN”. Untuk sukses di era light-speed changes Kita tak boleh segan-segan menghancurkan sendi-sendi kesuksesan masa lalu kita: “break with the immediate past”. Kenapa? Karena barangkali formula dan sendi-sendi kesuksesan tersebut sudah tak relevan lagi sekarang.
Bahkan kalau perlu, Empora harus bisa bengis “membunuh” organisasi kita sendiri, dan kemudian membangunnya kembali menjadi organisasi yang sama sekali baru. Kita tak perlu ragu untuk “menghabisi” model bisnis lama yang sudah tak relevan lagi dengan yang lebih baru dan fresh. Kapanpun, kita harus siap dan tak segan-segan melakukan creative destruction… penghancuran secara kreatif.
Kalau krisis bisa kapan pun datang dan terus “mengintai”, tanpa sinyal, tanpa pemberitahuan, maka creative destruction haruslah menjadi “keseharian” operasi perusahaan kita. Organisasi kita, orang kita, sistem yang kita bangun, budaya perusahaan kita, haruslah memiliki kapasitas dan kepiawaian untuk melakukan creative destruction.
Organisasi Empora haruslah memiliki “alert system” untuk mengendus munculnya krisis, dan kemudian dengan agilitas yang tinggi Empora harus mampu mereseponsnya dengan creative destruction yang terkelola secara baik.
Kalau sudah demikian, menjadi jelas bahwa, “winning in the light-speed change era is about survival”. Dan daya survival organisasi kita akan ditentukan oleh kapasitasnya melakukan creative destruction. Dan kalau kita sepakat bahwa keberlangsungan (sustainability) organisasi adalah tujuan paripurna kesuksesan bisnis, maka kesuksesan itu tak lain adalah sebuah perjalanan panjang dimana kita melompat dari satu creative destruction ke creative destruction yang lain. Persis yang dilakukan Apple, atau Google, atau Amazon.
Ingat, sustainability is a journey of destructions; it is a destruction safari for long-term survival.
Untuk sukses melakukan destruction safari kita butuh seorang CEO yang juga seorang CDO. Kita butuh team yang punya satu dedikasi untuk menghancurkan status quo lama, dan membangun “kerajaan baru” di atas puing-puing kehancuran itu, sebuah organisasi yang barangkali sama sekali baru dan fresh.
Pernah beberapa minggu yang lalu pak Pieter mitra kita di Area 247 Ketapang Banyuwangi menceritakan bahwa ada pengusaha hotel di Hawaii yang setiap 5 tahun men “demolise” menghancurkan rata hotel yang dibangunnya dan di bangun model baru dengan design baru, penampilan baru. Karena efek psikologi pasar yang merasa kalau “baru” itu lebih bagus.
Gagalnya Hilton Hotel (sekarang hotel Sultan), lalu sahid hotel group adalah citra “tua” nya, olds fashion, kaku. Sedangkan merubuhkan hotel sahid atau hotel Sultan ditengah jalan sudirman bisa membuat mereka tak memiliki income pendapatan selama 2 tahun.
Untuk itu system “ destruction & change” kita adopsi bukan hanya dalam manajemen namun juga dalam design hotel, restaurant, theme park kita dimana setiap saat kita akan merubah seperti pada fasadenya, fungsi nya semua bisa dirubuhkan segera di bangun mengikuti perubahan jaman, dengan tanpa kehilangan moment bisnis.
Ini salah satu solusi “destruction & change “ yang kita jalankan, termasuk organsisasi Empora, selalu dinamis, out of the box, selalu panasaran, selalu mencari terbaik.
Disinilah ke flexible an Empora, baik organisasinya maupun karyanya harus sangat lincah bergerak beradaptasi bahkan dengan menghancurkan hingga rata apapun yang kita bangun dan siap membangun dengan creative karya baru yang sesuai dengan pasar. Inilah juga tipe CEO yang merupakan CDO yang akan membangun Empora kedepan.
Singkat kata, saya setuju 1000% dengan Tom Peters: “DESTRUCTION IS YOUR JOB NO. 1”. Dan dari Empora saya bisa pastikan, kedepan akan lahir generasi yang sangat kreatif menghadapi masa depan yang berwarna. Keep curious Empora. #Mardigu Wowiek, 2015
Aplikasi Jual Beli Emas dari Bos Man Mardigu
Klik Link => dinaran-gold.com
Posting Komentar