Ini yang malu-maluin. Masak jualan ke rakyat sendiri. masak pahlawan devisa ngak bisa dari BUMN. Katannya memuja china, tetapi ngak niru china. China BUMNnya pahlawan devisa china. Misalnya mereka kerja dan membangun di Indonesia, itu menguntungkan china. BUMN china pahlawan china, tetapi penjajah bagi devisa Indonesia, cash out.
Maaf nih ya bagi pejabat yang sekarang jadi menteri yang memuja china. Saya bisa bilang, salah besar miring ke china.Jadi solusinya bagaimana kedepan tentang BUMN. Kalau saya bisa memberi masukan kepada presiden, kurangi dulu proyek infrastruktur. Benahi sektor keuangan Negara, system perbankan dan system pembiayaan.
Ada mahzab dalam geoekonomi bernegara. Dan ini harus di sadari oleh kita semua tidak ada mahzab ekonomi yang lebih baik satu dengan yang lain. yang ada hanyalah mana yang cocok di pakai di saat situasi mana. Itu kuncinya.
Pertanyaan sederhana, kalau dalam rumah tangga kita, anak banyak, suami gajih pas-pasan untuk hal lainya nombok dan banyak hutangan di warung dan lain sebagainya. Dalam Negara namanya economic bust.
Di keluarga lain, suami naik pangkat, istri usaha cateringnya sedang moncer, baru pecah waris, maka kalau Negara lagi seperti ini, Negara tersebut di sebut dalam keadaan ''economic boom''.
Jadi ada “boom” ada “bust”. Saya pun menerangkan panjang lebar alasan BUMNisasi yang tidak tepat dan alasan FDI foreign direct investment (baca: chinanisasi) yang tidak tepat dalam membangun strategi ekonomi negara. Ehh..jangan-jangan ngak ada strategi, terserah Rinso sama LBP ya hahaha..kita lanjut urai kalau sahabat ada yang minat “boom n bust”.
BOOM BUST
Dalam keadaan rumah tangga memperoleh pendapatan pas-pasan (bust) untuk menjalani hidup kita akan terjebak kalau memaksakan berinvestasi. Investasi cocok jika kita memiliki disposable income yang cukup (boom).
Baik, kita bukan mau belajar tentang mengelola keuangan atau financial planning, gampang itu. Karena financial planning adalah mengatur “uang yang sudah ada”. Kalau uang belum ada apa yang mau di atur? Itu bedanya apa yang mau kita diskusikan sekarang. Bagaimana “membuat” uang itu lebih penting.
Bagaimana membuat uang dimasa ekonomi ketat atau kontraksi seperti sekarang ini? nah itu tantangan yang menarik.
Biar gak kepanjangan di channel ini, silahkan anda lanjutkan bacanya di file words berikut ini.
Saya anggap anda sudah baca file diatas ini. Jika belum silahkan dibaca supaya pemahamannya lebih masuk. Jika sudah, selagi masih break siang, mari kita lanjut ke Multiple Streaming of Income.
Teori klasik dalam membangun ekonomi rumah tangga adalah menambah cash flow atau uang masuk.
Kalau suami bekerja misalnya lalu di bantu istri berbisnis warung membuat 1 rumah tangga dengan 2 macam pendapatan.
Lalu sang suami yang pegawai tersebut setiap weekend mengajar beladiri silat sehingga menambah pendapatan suami menjadi 2 sumber income. Kemudian dana terkumpul di belikan tanah untuk beternak ayam petelur. Dimana anak-anak bisa membantu setiap hari merawat dan beternak. 2 pendapatan suami, 1 dari istri satu lagi dari usaha ayam petelur, dan asset tanah buat kandang ayam yang bisa naik terus pendapatannya.
Ini adalah sebuah rumah tangga dengan 5 macam pendapatan ataumultiple streaming of income.
Kalau di tambah dengan membeli reksa dana saham, di tambah rumah yang di tinggali ada kamar lebih di pakai juga buat penginapan di pasarkan melalui Air B&B maka keluarga ini benar-benar memanfaatkan setiap jengkal lahannya, setiap centi asetnya dan setiap sumber daya untuk bermanfaat at the fullest, mereka menjadi pemilik kemakmuran yang sustain.
Ketika uang mereka bertambah, mereka membeli lahan dan membangun kos-kosan. Bulanannya dan asset tanahnya membuat 2 pendapatan dari 1 aset.
Keluarga ini dalam keadaan ekonomi boom, mereka bisa terus invest dan menggulung terus kemakmuran.
Dalam Negara juga demikian, ketika APBN pendapatan Negara turun dan belanja Negara naik maka cara berfikir pengelola Negara yang masih junior akan melakukan pemangkasan belanja rutin Negara. Ini saya harus katakana cemen dan junior.
Memotong anggaran belanja rutin itu mengurangi “domestic consumption”. Dalam sebuah Negara domestic consumption yang bagus sekitar 60% dari uang beredar adalah untuk belanja dalam negeri kebutuhan dalam negeri oleh kemampuan dalam negeri.
Inilah yang terjadi 2 tahun terakhir, anggaran di potong sehingga kurangnya resapan di belanja domestic. Membuat lesunya pedagangan di konsumen atau purchase power parity. Harusnya jangan di potong anggaran namun tepat guna pemanfaat anggaran yang berefek pada perputaran ekonomi. Lalu kalau pendapatan kurang?
Maka sama dengan cerita keluarga di atas. Kalau hanya suami yang bekerja, istri ibu rumah tangga, hutang di warung banyak, rumah ngontrak, maka keluarga itu punya masalah atau di sebut “economic bust”.
Besarkan hutang Negara? Bunga dan pokok bisa mencapai 500 triliun pertahun kewajiban bayarnya, ngeri sekali, sangat mengerikan.
Lalu keluarga yang rumah ngredit belum lunas, hutang banyak, dan pendapatanhanya bergantung pada pegawai kantoran tadi, nekat kredit mobil. Jebol sebentar lagi keluarga tersebut. Bakal terbukti kata-kata “jatuh cinta pakai perasaan, mempertahankannya pakai penghasilan” dan tidak lama lagi bubar itu perasaan, mau di kasih makan apa keluarganya, cinta perasaan doang ngak cukup. #mardigu
Aplikasi Jual Beli Emas dari Bos Man Mardigu
Klik Link => dinaran-gold.com
Posting Komentar