Ada sebuah pemahaman dalam diri saya yang baru, yang terjadi karena bertumbuhnya usia. Ternyata dalam menjalankan bisnis “value” saya bergeser. Dan kali ini bergeser sangat jauh.
Saya baru menyadari, berbisnis di usia 20 tahunan, berbisnis di usia 30 tahunan, berbisnis di usia 40 tahunan , berbisnis di usia 50 tahunan , berbisnis di usia 60 tahunan ada perbedaan yang signifikan. Pastinya berbeda setidaknya berdasar pengalaman pribadi saya.
Di saat transformasi usia menua maka saya secara pribadi mengeser cara saya menjalankan bisnis. Menggeser bagaimana menghasilkan profit dan menggeser bagaimana menjalankan roda organisasi.
Misalnya pada saat sekarang ini, saya kehilangan “passion” berbisnis property. Dan itu terjadi secara seketika. Dahulu ketika melihat bangunan baru, kantor atau hotel, darah saya mendesir. Ada kagum karena bentuk banguan yang di rancang, kagum akan strategi yang mereka pilih, sebel kok mereka dengan tajam nya bisa meilhat peluang, sebel karena mereka duluan. Marah karena pasar keburu keambil mereka, kesal karena kepintaran orang lain dan cemburu atas keberhasilan mereka membangun hotel atau jaringan hotel.
Contohnya ketika tahun 2006, dimana saya sedang berdiskusi berat dengan team yang akan membangun city hotel. Sebuah hotel kecil, hanya bed & breakfast saja. Ngak membangun kitchen lengkap. Lobby kecil, lounge kecil, kamar ukuran kecil 18-21M2.
Strategi kami sangat rinci menarget pasar kelas C dan B. tak perlu restorant karena berada di tengah lingkaran pasar. Kemudian saya kaget dan kesal sekali ketika Hotel Amaris dari Santika group beroperasi tahun 2007 di bilangan melawai Jakarta selatan, di daerah Blok M.
Asli saya marah dan cemburu. Seakan mereka mencuri ide kami. Dan benar saja, kurang dari 3 tahun 100 hotel sejenis bermunculan keseluruh Indonesia dimana 50% nya dipegang Amaris. City hotel bed n breakfast sudah mereka kuasai. Padahal tahun 2006 kami baru siap-siap mereka sudah duluan. Bahkan lebih siap dari kami.
Di tahun 2012 , 2013 kami membangun hotel arra amandaru di Cepu Blora, Arra lembah pinus puncak, arra lembah sarimas subang. Sesuai prediksi, bisnis berkembang dan berhasil medapatkan ceruk pasar. Passion saya masih meledak-ledak dan akan menggarap gresik, banyuwangi, bojonegoro, jogja, malang dengan strategi mengincar korporasi. Untuk meeting, exibition, seminar, conference.
Saat ini, jeda beberapa saat di dunia property saya meneruskan passion lama saya. oil dan gas project. Dan ketika saya melihat pertumbuhan hotel di Bali, di Jakarta dan kota lain, saya mendadak kehilangan marah saya, cemburu saya, kesal saya. saya mendadak menjadi “flat”, hambar, biasa saja.
Saya coba push hidup-hidupkan lagi perasaan saya, ternyata hilang tuh. Ya sudah saya tidak bergairah lagi. Bahkan melihat property lain seperti gedung kantor, hi rise apartement, land house, mendadak juga ngak minat lagi. Menjadi biasa saja. Di ajak bicara property mendadak jadi hal yang tidak menarik.
Memahami dunia property sejak dari “scratch” kertas kosong. Dari mulai cari lokasi, merancang valu preposition, mementukan segmen pasar, menentukan design arsitektur sesuai target pasar, mengelola pelanggan, kemudian mengurus perizinan yang bisa sampai 24 macam izin, lalu menyiapkan masalah legal, hingga kelayakan pembiayaan. Itu bisa memakan waktu 1 tahun.
Lalu mulai memutuskan EPC engineering, pengadaan material bahan bangunan hingga kontraktor. Lalu kendali pekerjaan lapangan yang memerluka project manajer, site manajer dan detail SDM lainnya. Hingga finishing interior.
Lalu masuk ke utensil alat dapur, kamar, hingga HMS hotel manajemen system itu bisa memakan 12-18 bulan atau 1,5 tahun. Baru kita soft opening komersial. Alias 2,5 tahun sejak tarikan tulisan di kertas kosong baru kita akan mendapatkan arus uang masuk.
Kemudian mengelola hotel tersebut dengan hospitality service dan rata-rata 6-8 tahun waktu yg diperlukan.
Jadi periode nya bisa 8 tahun baru merasakan kenikmatan memiliki hotel. Kalau kita usianya 30 tahun maka di usia 40 tahunan kita bisa menikmati status kepemilikan asset solvabilitas.
Diusia saya di penghujung 40 tahunan ini agaknya ngak tertarik saya memiliki asset besar namun harus menunggu 8-10 tahun. Bisa mendekati 60 tahun baru bebas tekanan uang dan pekerjaan. Betul nilai asset naik berkali lipat. Betul kalau di jual di tengahnya juga sudah untung.
Tapi emangnya hidup dan berbisnis itu seperti di calculator para motivator. Yang semua tinggal di pencet-pencet dan mengatakan tuh khan untung 4 kali lipat dari modal. Ngak pakai uang bisnis property juga bisa untung 1000%!,,,pale lu bau menyan! Siapa tuh yang ngomong?!. Kalau penjual property itu baru bisa, kalau broker property ya bisa saja, namanya juga jualan barang orang. Sales property jangan lu bilang bisnis property dong!!
Ternyata setelelah saya merenungkan lagi, ternyata bukan propertynya yang saya kehilangan passion. Panjangnya proses tadi membuat saya kehilangan passionnya dan ternyata bukan di property saja. Ketika menggarap project panjang lainnya seperti perkebunan dan sejenisnya saya juga ternyata padam passionnya.
Saya memutuskan mengambil usaha yang buahnya menggantung rendah dan gampang di petik. “Low hanging fruit type of business”. Dalam diskusi bacangan kemarin inilah yang saya harus mulai mengurai langkah strategis dan taktikalnya kedepan. Ternyata juga menjadi tantangan tersendiri, merubah project menjadi seperti yang saya impikan perlu “toto dahar” yang tepat dan segera. # may peace be upon us #mardigu
Aplikasi Jual Beli Emas dari Bos Man Mardigu
Klik Link => dinaran-gold.com
Saya baru menyadari, berbisnis di usia 20 tahunan, berbisnis di usia 30 tahunan, berbisnis di usia 40 tahunan , berbisnis di usia 50 tahunan , berbisnis di usia 60 tahunan ada perbedaan yang signifikan. Pastinya berbeda setidaknya berdasar pengalaman pribadi saya.
Di saat transformasi usia menua maka saya secara pribadi mengeser cara saya menjalankan bisnis. Menggeser bagaimana menghasilkan profit dan menggeser bagaimana menjalankan roda organisasi.
Misalnya pada saat sekarang ini, saya kehilangan “passion” berbisnis property. Dan itu terjadi secara seketika. Dahulu ketika melihat bangunan baru, kantor atau hotel, darah saya mendesir. Ada kagum karena bentuk banguan yang di rancang, kagum akan strategi yang mereka pilih, sebel kok mereka dengan tajam nya bisa meilhat peluang, sebel karena mereka duluan. Marah karena pasar keburu keambil mereka, kesal karena kepintaran orang lain dan cemburu atas keberhasilan mereka membangun hotel atau jaringan hotel.
Contohnya ketika tahun 2006, dimana saya sedang berdiskusi berat dengan team yang akan membangun city hotel. Sebuah hotel kecil, hanya bed & breakfast saja. Ngak membangun kitchen lengkap. Lobby kecil, lounge kecil, kamar ukuran kecil 18-21M2.
Strategi kami sangat rinci menarget pasar kelas C dan B. tak perlu restorant karena berada di tengah lingkaran pasar. Kemudian saya kaget dan kesal sekali ketika Hotel Amaris dari Santika group beroperasi tahun 2007 di bilangan melawai Jakarta selatan, di daerah Blok M.
Asli saya marah dan cemburu. Seakan mereka mencuri ide kami. Dan benar saja, kurang dari 3 tahun 100 hotel sejenis bermunculan keseluruh Indonesia dimana 50% nya dipegang Amaris. City hotel bed n breakfast sudah mereka kuasai. Padahal tahun 2006 kami baru siap-siap mereka sudah duluan. Bahkan lebih siap dari kami.
Saya tertegun kala itu. Lalu saya menggeser strategi. Kita bermain di hotel kecil ukuran kamar namun ada ballroom, meeting room, kitchen dan entertainment. Kami menarget korporasi. Bukan individual traveler.
Di tahun 2012 , 2013 kami membangun hotel arra amandaru di Cepu Blora, Arra lembah pinus puncak, arra lembah sarimas subang. Sesuai prediksi, bisnis berkembang dan berhasil medapatkan ceruk pasar. Passion saya masih meledak-ledak dan akan menggarap gresik, banyuwangi, bojonegoro, jogja, malang dengan strategi mengincar korporasi. Untuk meeting, exibition, seminar, conference.
Saat ini, jeda beberapa saat di dunia property saya meneruskan passion lama saya. oil dan gas project. Dan ketika saya melihat pertumbuhan hotel di Bali, di Jakarta dan kota lain, saya mendadak kehilangan marah saya, cemburu saya, kesal saya. saya mendadak menjadi “flat”, hambar, biasa saja.
Saya coba push hidup-hidupkan lagi perasaan saya, ternyata hilang tuh. Ya sudah saya tidak bergairah lagi. Bahkan melihat property lain seperti gedung kantor, hi rise apartement, land house, mendadak juga ngak minat lagi. Menjadi biasa saja. Di ajak bicara property mendadak jadi hal yang tidak menarik.
Memahami dunia property sejak dari “scratch” kertas kosong. Dari mulai cari lokasi, merancang valu preposition, mementukan segmen pasar, menentukan design arsitektur sesuai target pasar, mengelola pelanggan, kemudian mengurus perizinan yang bisa sampai 24 macam izin, lalu menyiapkan masalah legal, hingga kelayakan pembiayaan. Itu bisa memakan waktu 1 tahun.
Lalu mulai memutuskan EPC engineering, pengadaan material bahan bangunan hingga kontraktor. Lalu kendali pekerjaan lapangan yang memerluka project manajer, site manajer dan detail SDM lainnya. Hingga finishing interior.
Lalu masuk ke utensil alat dapur, kamar, hingga HMS hotel manajemen system itu bisa memakan 12-18 bulan atau 1,5 tahun. Baru kita soft opening komersial. Alias 2,5 tahun sejak tarikan tulisan di kertas kosong baru kita akan mendapatkan arus uang masuk.
Kemudian mengelola hotel tersebut dengan hospitality service dan rata-rata 6-8 tahun waktu yg diperlukan.
Jadi periode nya bisa 8 tahun baru merasakan kenikmatan memiliki hotel. Kalau kita usianya 30 tahun maka di usia 40 tahunan kita bisa menikmati status kepemilikan asset solvabilitas.
Diusia saya di penghujung 40 tahunan ini agaknya ngak tertarik saya memiliki asset besar namun harus menunggu 8-10 tahun. Bisa mendekati 60 tahun baru bebas tekanan uang dan pekerjaan. Betul nilai asset naik berkali lipat. Betul kalau di jual di tengahnya juga sudah untung.
Tapi emangnya hidup dan berbisnis itu seperti di calculator para motivator. Yang semua tinggal di pencet-pencet dan mengatakan tuh khan untung 4 kali lipat dari modal. Ngak pakai uang bisnis property juga bisa untung 1000%!,,,pale lu bau menyan! Siapa tuh yang ngomong?!. Kalau penjual property itu baru bisa, kalau broker property ya bisa saja, namanya juga jualan barang orang. Sales property jangan lu bilang bisnis property dong!!
Ternyata setelelah saya merenungkan lagi, ternyata bukan propertynya yang saya kehilangan passion. Panjangnya proses tadi membuat saya kehilangan passionnya dan ternyata bukan di property saja. Ketika menggarap project panjang lainnya seperti perkebunan dan sejenisnya saya juga ternyata padam passionnya.
Rupanya pointnya bukan di propertynya, tetapi lamanya proses dan lamanya pekerjaan rutin membuat saya kehilangan passion saya.
Saya memutuskan mengambil usaha yang buahnya menggantung rendah dan gampang di petik. “Low hanging fruit type of business”. Dalam diskusi bacangan kemarin inilah yang saya harus mulai mengurai langkah strategis dan taktikalnya kedepan. Ternyata juga menjadi tantangan tersendiri, merubah project menjadi seperti yang saya impikan perlu “toto dahar” yang tepat dan segera. # may peace be upon us #mardigu
Aplikasi Jual Beli Emas dari Bos Man Mardigu
Klik Link => dinaran-gold.com
Posting Komentar