SOLUSI PRODUKTIFITAS

Tangan saya menutup kedua telinga saya memastikan tidak ada suara yang masuk dan terdengar di gendang telinga saya. duduk dalam sebuah ruangan dengan pebisnis, merangkap akademisi saya ngak mau mendengar omongannya karena tertuju kepada saya.

Susah memang hidup seperti saya yang goblok ilmu ekonomi makro. Susah memang hidup seperti saya yang ngak mengerti tata kelola Negara. Sehingga semua orang seperti mau mengjari saya. mengajari orang geblek seperti saya ini.

Karena itu saya menutup kedua telinga saya mendengar ucapan beliau yang hendak menginformasikan sesuatu tentang ilmu ekonomi yang saya lamat-lamat kedengaran juga kalimatnya apa yang dikatakannya.

Coba mas, sampeyan lihat “posture APBN” nasiona Indonesia saat ini. Coba bisa terangkan ke saya mana uang yang dianggarkan untuk pembiayaan konsumtif dan mana yang untuk pembiayaan produktif? Berapa besar yang untuk hal produktif?

Lihat, katanya sambil menunjukan data di Koran yang saya berusaha tidak mendengar namun mata saya melihat angka untuk bayar hutang Negara, biaya tetap biaya rutin dan lain sebagainya di APBN. Itu bukan rahasia datanya, memang di buka.

Dia terus saja merangsek walau dia tahu saya lagi ngak minat karena mengatakan, sudah lah pak, ngak guna ngomong sama saya. saya ini siapa? Ngak ada apa-apanya? Saya ini tahi bagi kalangan istana. Demikian saya mengatakan sambil menurunkan tangan di telinga saya, dan dia terus berkata..mas, berapa dana dari APBN yang buat menambah “value added”, menambah “competitiveness” Negara, berapa?

Ada ngak anggaran itu?

Saya nyeletuk “infrastruktur”? saya menjawab sekenanya. Bukankah dengan adanya infrastruktur jalanam jadi cepat ke tempat tujuan misalnya?

Dia mendengarkan “defence” saya tersebut. Lalu dia bertanya kepada saya, yang di bangun jalanan untuk meningkatkan “produktifitas” atau meningkatkan “produksi”?

Saya bertanya? Bedanya apa pak produktifitas dan produksi? Maaf saya ini guoblog pol urusan ilmu ekonomi.

Dia menjawab, meningkatnya produksi adalah meningkatkan sales dan jumlah hasil, sedangkan meningkatnya produktifitas adalah meningkatkan profit. Jadi tingginya produksi belum tentu meningkatkan profit, dan naiknya profit tidak harus dengan meningkatkan produksi.

Waduh, begini nih kalau kepala mulai di bambardir sama pakar ekonomi dan pengusaha senior. Yang susah adalah, dia “business angel “ saya. 20 tahun terakhir kalau saya perlu “bridging finance” ya dia ini yang keluarkan uang . saya perlu dana pra operasi atau apapun, dia dengan segera mengeluarkan dana dan saya balikan berupa bagi hasil, tersering ya sesuai bunga bank.

Tanpa orang seperti begini di sekeling saya, kurang cepat saya berkembang usahanya. Dan untung saya punya belasan orang yang percaya saya yang ngak minta jaminan kalau sedang “short of money”.

Jadi kalau dia sedang mau ngomong ya terpaksalah saya mendengar, seperti saat ini.

Infrastruktur pasti naikkan produktifitas lah, jawab saya cepat.

Ow, belum tentu mas!!

“here we go..” kata saya dalam hati, bakal panjang nih.

Kita mau bahas dari mana dulu? Faham dunia distribusi? Cepatnya barang berpindah benar meningkatkan produksi, tetapi sampeyan harus paham dunia distribusi. Bukan saja jalan cepat dari poin A ke poin B tadinya 12 jam jadi 6 jam terus anda mengatakan itu menghemat. Benar tapi tidak semuanya.

Biaya distribusi, biaya logistic, mata rantainya panjang. Ada biaya gudang, mob demob, biaya pelabuhan, biaya packing, biaya ground handling, biaya trasportasi darat, trasportasi laut, dan lain sebagainya. Kalau biaya distribusi dan logistic di Indonesia 20% an rata-rata, dengan jalan infrastruktur darat mungkin turun 2%. Alias menjadi 18% an. Sudah hebat? Belum lah.

Philipina biaya distribusi logistic hanya 11%, singapura 3%, Malaysia 13%, Indonesia diatas 20%?!!!. Ingat infrastruktur hanya salah satu di anatar 8 faktor distribusi. Ya sudah mulai dibangun tapi begitu bangunnya pakai hutang ini yang memberatkan karena berapa biaya toll fee nya? Ternyata memberatkan angkutan bisnis. Kerana jalanan yang di bangun banyak yang untuk kebutuhan tranportasi non produksi saat ini.


Membangun bukan asal membangun, sudah bener niat nya, namun tidak holistic dan ini yang mau saya betulkan kepalamu. Demikian dia berkata keras.

Begini katanya lagi, sampeyan coba jawab mas, infrastruktur itu akankah meningkatkan sales? Infrastruktir jalanan tadi akankah meningkatkan profit perusahaanmu?. Bisa jawab ngak kowe mas?

Kemudian dia mulai berceloteh bagaimana seharusnya dan bagaimana sebenarnya dalam membangun dan kelola infrastruktur. Paparan singkat yang membuat saya sangat tercerahkan dan berkomentar bahwa kok ngak begini sih strategi nasional dalam pembanguna distribusi dan logistic?

Dia hanya mengangkat kedua pundaknya. Ya ngak tahu saya. yang punya strategi dan yang membuat saya juga ngak tahu rincinya. Tapikan yang tadi bapak jelaskan masalah nasional dan tidak perlu pakai hutang membangun instruktur khan dahsyat. Kembali di amenaikan kedia pundaknya.

Dalam hati saya berkata, kok beda ya cara berfikir dan solusinya begini masalah distribusi barang produksi yang meningkatkan produktifitas. jadi ternyata dari paparan tadi tak harus pakai begini banyak infrastruktur di bangun produksifitas naiknya ya pak? Malah value added baru tahu saya tidak melulu memerlukan infrastruktur. Kok jadi kayak salah bangunan infrastruktur yang di bangun BUMN ini ya. Yo wis lah, toh pejabat tidak mau dengar pendapat kita, ya akhirnya ini hanya buat konsumsi kami pribadi di ruang meeting kecil di café favorit kami selasaan tadi pagi. #peace #mardigu


Aplikasi Jual Beli Emas dari Bos Man Mardigu
Klik Link => dinaran-gold.com

Post a Comment

أحدث أقدم